MORFEM DAN PROSEDUR PENGALAMANNYA
Pada bagian ini, akan dipaparkan:
1) pengertian morfem;
2) perbedaan morfem, morf, dan alomorf;
3) perbadingan morfem dengan kata;
4) paradigma; dan
5) prinsip-prinsip pengenalan morfem.
E.
Prinsip-prinsip Pengenalan Morfem
Pengenalan morfem dapat
dilakukan dengan cara membanding-bandingkan suatu bentukan yang berulang dengan
cara mengadakan subtitusi (Prawirasumantri, 1985:129). Deretan morfologik atau
paradigma merupakan salah satu cara untuk itu. Namun demikian, untuk mengenal
suatu morfem lebih jauh, kita kita dapat menggunakan prinsip-prinsip tertentu.
Samsuri (1982:172) dan Ramlan (1983:31) mengemukakan masing-masing enam prinsip
pengenalan morfem. Samsuri mengemukakan tiga prinsip pokok dan tiga prinsip
tambahan, sedangkan Ramlan tidak membedakan keenam prinsip tersebut. Sementara
itu Ahmadslamet (1982:46) mengetengahkan pendapat Nida (1963) memaparkan tujuh
prinsip. Dalam uraian ini akan dipaparkan enam prinsip Ramlan dan satu prinsip
tambahan dari Nida untuk melengkapinya.
Prinsip ke-1
Satuan-satuan atau
bentuk-bentuk yang mempunyai struktur fonologis dan arti atau makna yang sama
termasuk satu morfem.
Bentuk baju pada kata berbaju,
menjahit baju, baju batik, dan baju biru merupakan satu morfem.
Satuan-satuannya itu mempunyai struktur fonologis yang sama yakni /b/a/j/u/ dan
arti yang sama yaitu ‘alat penutup badan”.
Prinsip ke-2
Satuan-satuan atau
bentuk-bentuk yang mempunyai struktur fonologis yang berbeda termasuk satu
morfem apabila memiliki satu arti yang sama sedangkan perbedaan struktur
tersebut dapat dijelaskan secara fonologis.
Satuan-satuan men-,
mem-, meng-, meny-, menge-, me-, pada kata menjawab, membawa, menggali,
menyuruh, mengebom, dan melerai mempunyai makna yang sama yaitu
“menyatakan tindakan aktif”. Perbedaan struktur fonologis tersebut dapat
dijelaskan secara fonologis yaitu disebabkan oleh lingkungan yang dimasukinya
yakni fonem awal bentuk dasar yang mengikutinya yaitu /j/, /b/, /g/, /s/, kata
yang terdiri atas satu suku kata, dan /l/. fonem /N/ pada morfem meN-
berubah menjadi /m/ seperti pada kata membawa, hal itu disebabkan fonem
/b/ merupakan fonem bilabial, sama dengan fonem /m/. karena fonem tersebut
sejenis, maka pengucapannya akan mudah. Itulah sebabnya tidak menbaca,
mengbaca, menybaca, atau mebaca dan mengebaca.
Prinsip ke-3
Satuan-satuan atau
bentuk-bentuk yang mempunyai struktur fonologis yang berbeda, sekalipun
perbedaannya tidak dapat dijelaskan secara fonologis, masih dianggap sebagai
satu morfem apabila mempunyai makna atau arti yang sama, dan mempunyai
distribusi yang komplementer.
Satuan-satuan be-,
ber-, dan bel- pada kata-kata bekerja, berjalan, dan belajar
termasuk satu morfem, walau bentuk bel- pada belajar tidak
dapat dijelaskan secara fonologis, tetapi ketiga bentuk itu merupakan bentuk
yang komplementer (nonkontrastif). Maknanya pun sama, oleh karena itu termasuk
morfem yang sama yaitu morfen ber-.
Prinsi ke-4
Apabila deretan suatu
satuan berparalel dengan suatu kekosongan, maka kekosonganitu merupakan morfem
yang disebut morfem zero.
Bahasa Indonesia
memiliki deretan struktur seperti di bawah ini.
1) Ia membeli sepeda.
2) Ia menjahir baju.
3) Ia membaca buku.
4) Ia makan roti.
5) ia minum es.
Kelima kalimat tersebut berpola sama yaitu
SPO (Subjek + Predikat + Objek). Predikatnya merupakan kata kerja transitif.
Pada kalimat 1, 2, da 3 kata kerja itu ditandai oleh adanya afiks meN-,
sedangkan pada kalimat 4 dan 5 ditandai oleh kekosongan yakni tidak hadirnya
morfem meN-. Kekosongan itu merupakan sebuah morfem yang disebut morfem
zero.
Prinsip ke-5
Satuan-satuan yang mempunyai struktur fonologis yang sama mungkin merupakan
satu morfem, mungkin pula merupakan morfem yang berbeda. Apabila bentuk yang
mempunyai struktur fonologis yang sama itu berbeda artinya, maka satuan-satuan
itu merupakan morfem-morfem yang berbeda, akan tetapi apabila satuan-satuan itu
mempunyai arti yang berhubungan, maka bentuk itu merupak satu morfem, dan
merupakan morfem yang berbeda apabila distribusinya sama.
Sebagai contoh kita ambil kata buku dalam “Ia membaca buku.” Yang
berarti kitab, dan kata buku dalam “buku tebu” yang
berarti “ruas” merupakan morfem yang berbeda walau struktur fonologisnya sama.
Kata duduk dalam “Ia sedang duduk.” Merupakan satu morfem dengan
duduk dalam “Duduk orang itu sangat sopan.” Karena keduanya
mempunyai arti yang berhubungan dan mempunyai distribusi yang berbeda. Kata duduk
dalam “Ia sedang duduk.” Berfungsi sebagai predikat, dan termasuk ke
dalam golongan kata kerja, sedangkan duduk dalam “Duduk orang itu
sangat sopan.” Berungsi sebagai subjek dan termasuk golongan kata benda sebagai
akibat adanya proses niminalisasi. Sebaliknya kata mulut pada “Mulut
gua itu lebar.” Merupakan morfem yang berbeda dengan kata mulut pada “Mulut
orang itu lebar.” Karena arti keduanya berbeda sedangkan distribusinya sama
yaitu sebagai subjek.
Prinsip ke-6
Setiap satuan yang dapat dipisahkan merupakan morfem. Denganperkataan lain,
Nida menyebutnya setiap pembentukan yang dapat mengisi sendiri lajur sekatan
suatu deretan struktur dianggap sebuah morfem.
Perhatikanlah satuan-satuan yang terdapat pada lajur sekatan berikut ini !
di-
men-
|
per-
per-
men-
per-
ter-
ber-
se-
ke-
|
sama
sama
sama
sama
sama
sama
sama
sama
|
-kan
-an
-i
-kan
-i
-an
-an
|
-nya
-nya
|
-lah
-kah
|
Satuan-satuan di atas yang terdiri atas satu, dua, tiga, dan empat fonem,
merupakan satuan-satuan yang disebut morfem, sebab semuanya dapat mengisi
sekatan tertentu dengan arti atau makna tertentu pula. Bagian-bagian yang
mengisi lajur atau sekatan berikut ini tidak dapat disebut morfem, sebab sama
sekali tidak mengandung makna atau arti.
sa
|
ma
|
bersa
|
ma
|
sa
|
mai
|
Prinsi ke-7
Bagian gabungan yang diketahui maknanya setelah bergabung dengan bagian lainnya
dianggap sebuah morfem.
Contoh satuan atau bentuk seperti itu dalam bahasa Indonesia antara lain: keliar,
juang, laying, seling, temu, baru jelas maknanya apabila bergabung menjadi:
berkeliaran, berjuang, melayang, selingan, pertemuan. Seperti telah
dijelaskan, satuan-satuan seperti itu disebut pokok kata. Selain pokok
kata, banyak satuan lain dalam bahasa Indonesia yang baru mempunyai makna
apabila bergabung dengan bentukan lain yang sangat khusus, misalnya belia,
siur, bangka, renta, gulita yang hanya dapat hadir di belakang
satuan-satuan muda, simpang, tua, tua, dan gelap. Bentukan atau
satuan seperti itu dinamakan morfem unik yakni morfem yang hanya dapat
bergabung dengan morfem tertentu.
No comments:
Post a Comment