Sinopsis menarik lainnya :
SINOPSIS “ROMAN BELENGGU”
Penulis: Armijin Pane
Penerbit: Dian Rakyat
Jumlah Halaman: 150
Novel ini menceritakan tentang suatu kehidupan rumah tangga yang kurang
harmonis. Kehidupan rumah tangga antara Sukartono dengan istrinya Sumartini.
Sukartono adalah seorang dokter terkenal di kotanya karena kebaikan dan keramahannya
terhadap pasiennya. Setiap harinya ia selalu sibuk dengan pekerjaannya merawat
pasien pasiennya hingga ia tidak pernah memperdulikan istrinya lagi, bahkan
kehidupan rumah tangganya terkesan semrawut. Sebenarnya Dokter Sukartono atau Tono tidak mencintai
Sumartini. Demikian pula sebaliknya, Tini juga tidak mencintai Dokter
Sukartono. Mereka berdua menikah dengan alasan masing-masing. Dokter Sukartono
menikahi Sumartini karena kecantian, kecerdasan, Sedangkan Sumartini menikahi
Dokter Sukartono karena hendak melupakan masa silamnya. Menurutnya dengan
menikahi seorang dokter, maka besar kemungkinan bagi dirinya untuk melupakan
masa lalunya yang kelam. Jadi, keduanya tidak saling mencintai. Ketidakharmonisan
keluarga mereka semakin menjadi karena Dokter Sukartono sangat mencintai dan
bertanggung jawab penuh terhadap pekerjaannya. Dia bekerja tanpa kenal waktu.
Jam berapa saja ada pasien yang membutuhkannya, dia dengan sigap berusaha
membantunya. Akibatnya, dia melupakan kehidupan rumah tangganya sendiri. Dai
sering meninggalkannya istrinya sendirian dirumah. Dokter Sukartono sangat
dicintai oleh pasiennya. Dia tidak hanya suka menolong kapan pun pasien yang
membutuhkan pertolongan, tetapi ia juga ridak meminta bayaran kepada pasien
yang tak mampu. Itulah sebabnya, dia dikenal sebagi dokter yang sangat
dermawan. Kesibukan Dokter Sukartono yang tak kenal waktu tersebut semakin
memicu percekcokan dalam rumah tangga. Setiap hari selalu saja terjadi
keributan diantara dia dan istrinya Tini. Hampir setiap hari mereka bertengkat. Masing-masing tidak
mau mengalah dan merasa paling benar. Sukartono jarang berada di rumah
karena kesibukannya merawat pasien pasiennya. Begitu juga istrinya, Tini. Tini
sering keluar rumah melakukan kesibukannya dengan kesenangannya diluar rumah
sebagai ratu pesta atau sibuk dengan komite perkumpulan yang ia ikuti. Karena
baginya rumahnya yang sesungguhnya adalah diluar rumah. Jika Tini berada diluar
rumah dan ketika itu suaminya pulang kerja, tidak pernah Tini menjamu suaminya
dengan baik, bahkan melepaskan sepatu suaminya barang sebentar tidak ia lakukan.
Itulah salah satu sikap yang tidak disukai Sukartono terhadap istrinya.
Istrinya hanya meminta haknya saja tetapi tidak pernah mau melakukan
kewajibannya sebagai seorang istri yang semestinya.
Suatu ketika Sukartono memperoleh pasien baru. Malam harinya Sukartono
diantar sopirnya Abdul bergegas menuju tempat pasiennya. Pasiennya adalah
seorang wanita bewrnama Eni. Rupanya Nyonya Eni tinggal sendiri saja di hotel.
Kemudian dengan cekatan layaknya dokter profesional mulai memeriksa pasiennya
yang telah menunggunya sedari tadi. Perempuan itu telah siap duduk di tepi
tempat tidur. Sambil bertanya bagian mana yang sakit, Sukartono selalu melihat
kearah si sakit itu. Tiap ia memandang akan muka pasien itu, seolah olah ada
timbul ingatan. Seakan Tono sudah pernah bertemu. Tetapi pikiran itu begitu
samar samar dan diurungkannya untuk bertanya siapa sebenarnya perempuan itu.
Setelah memberi resep obat, Tono pun meminta ijin untuk pulang. Besoknya Sukartono
kembali lagi ke tempat pasiennya Nyonya Eni, pasiennya kemarin untuk memastikan
apakah pasiennya sudah baikan. Setelah berbincang bincang cukup lama, dan
keakrabanpun terjalin. Bahkan mereka pun menyempatkan untuk berjalan jalan
bersama di pantai. Hingga beberapa waktu hubungan itu terus berlanjut.
Sukartono sering mampir ketempat Nyonya Eni sebagai seorang dokter yang menangani
pasiennya atau mungkin sebagai seorang laki laki yang mengapeli pacarnya,
entahlah.
Dan ternyata memang benar apa yang selama ini ada dipikiran Sukartono,
Nyonya Eni tidak asing lagi baginya. Nyonya Eni ternyata adalah Rohayah.
Tetangganya dahulu, teman sekolahnya waktu sekolah rendah sekaligus sahabatnya
semasa kecil. Rohayah tidak benar benar sakit rupanya, itu semuanya hanya
tipuan yang dilakukan Rohayah agar dapat bertemu dengan Sukartono. Semua
mengenai Nyonya Eni yang sakit karena terlalu banyak pikiran memikirkan
suaminya yang bercerai itu semua hanyalah pura pura, hanyalah cerita yang
dikarang oleh Rohayah saja. Awalnya Sukartono marah karena merasa tertipu.,
tetapi setelah dipikir pikir dan ia telah merasa nyaman dengan Rohayah,
akhirnya ia pun amaafkanya. Setelah mengetahi hal tersebut, legalah hati
Sukartono. Merekapun memulai hubungan baru, hubungan sebagai sepasang kekasih.
Sukartono sering tinggal di rumah Rohayah tanpa sepengetahuan istrinya. Dan
jika ditanya mengapa tidak pulang oleh istrinya, Sukartono akan menjawab karena
sibuk dengan urusan pasiennya dan mengharuskannya untuk tinggal di luar rumah.
Tapi disisi lain Sukartono juga merasa takut kalau kalau hubungannya dengan
Rohayah bakal diketahui Tini, Istrinya.
Selama Tono
menjalin hubungan dengan Rohayah, Tono merasa damai. Berbeda ketika bersama
Tini. Rohayah sangat pandai menyenangkan hatinya, merawatnya dengan kasih
sayang, membukakan sepatunya ketika ia pulang kerja, bahkan Rohayah tahu
Cigarette kesukaan Sukartono. Yah dapat memberikan banyak kasih sayang yang sangat
dibutuhkan oleh Dokter Sukartono yang selama ini tidak diperoleh dari istrinya.
Karena Dokter Sukartono tidak pernah merasakan ketentraman dan selalu
bertengkar dengan istrinya, dia sering mengunjungi Yah. Dia mulai merasakan
hotel tempat Yah menginap sebagai rumahnya yang kedua.
Rohayah adalah wanita penghibur, ia sering berganti ganti nama, suka
pindah dari satu hotel ke hotel lain. Sebelum itu Rohayah pernah dikawinkan
dengan laki laki yang tidak ia sukai oleh orang tuanya. Duapuluh tahun beda
usianya dengan suaminya. Rohayah dibawa ke Palembang, karena tidak kuat dengan
rumah tangganya iapun lari sampai ke Betawi, dan ketika pulang ke Bandung orang
tuanya sudah tidak ada disana. Rohayah pun tidak berumah tetap setelah itu.
Rumahnya di hotel berganti ganti, pindah dari kota satu ke kota lain. Kemudian
Rohayah bertemu dengan seorang Belanda dan menjadi nyainya di Sukarasa di hulu
Garut. Disana Rohayah tinggal berdua saja dengan orang belanda itu, bersama
koki dan seortang tukang kebun. Karena merasa kesepian tinggal bersama orang
Belanda itu akhirnya hubungan Rumah tangganya hanya berkisar selama tiga tahun
saja. Sampai terdengar olehnya Sukartono tinggal dan berada di Betawi juga
menjadi Dokter. Terbit keinginan hatinya bertemu dengan Tono, dengan sahabatnya
dahulu ketika ia masih gadis, masih putih bersih, untuk bertemu walau sekejap
saja. Hingga ia pun harus berpura pura sakit. Tetapi meskipun mendengar hal
tersebut Tono tetap mencintai Rohayah. Karena menurut Tono, itu semua adalah
zaman dahulu dan sekarang baginya Rohayah adalah miliknya.
Dilain pihak, ketika Sukartono berada bersama Rohayah, Tini menghabiskan
hari harinya dengan bergabung dalam komite perkumpulan perempuan bersama kawan
kawannya, Nyonya Rusdio dan puteri Aminah adalah kawan dekat Tini. Sebenarnya
Aminah diam diam menaruh rasa suka terhadap Sukartono, tetapi Sukartono lebih
memilih Tini. Meskipun kawan dekat Tini, tetapi Aminah suka sekali menyidir
nyindir Tini, entah mengenai Sukartono
ataupun kehidupan rumah tangga Tini. Dalam perbincangannya Nyonya Rusdio banyak
menasehati Tini mengenai kelakuannya yang suka keluar malam tanpa ditemani
suaminya, mengenai sikapnya menjadi istri yang kurang baik. Tetapi Tini tidak
pernah mengindahkan nasehat nasehat tersebut.
Sejak ada Rohayah didalam hati Sukartono dan kesibukan kesibukan yang
dilakukan Tini dalam perkumpulannya di Komite, kini didalam rumah Dokter itu
damai saja. Pertengkaran tidak pernah lagi terjadi. Masing masing berbuat
sekehendaknya seolah olah ada perjanjian diam diam, tidak ada lagi singgung
menyinggung seakan akan mereka berdua tiada pernah tinggal serumah. Tetapi
didalam lubuk hati keduanya sedikit menyimpan rasa sayang, rasa kasihan, ingin
kembali seperti dahulu ketika Tini dan Tono masih belum menikah. Kadang
sepulangnya dari rumah, terbit rasa kasihan dalam hati Tini melihat Sukartono
membaca dan sibuk dengan kerjanya hingga merasa kelelahan. Begitu juga
Sukartono menginginkan masa masa itu kembali, masa dimana Tini dengan senang
hati menerima lamarannya. Tono melihat Tini selalu tinggi hati, seperti batu
karang meninggi di tepi pantai, sedang Tini selalu menganggap Tono dingin dan
tidak pernah memperdulikannnya lagi. Karena keduanya sama sama egois, hal itu
tetap mereka pendam saja dan tidak pernah memperdulikan lagi.
Kata orang dahulu mereka sepasang, sejodoh, benar benar serasi. Tini akan
senang dan bahagia jika menjadi isteri Dokter. Bahkan sejak dahulu Tini memang
bercita cita ingin menjadi isteri seorang Dokter. Tetapi itu semua dulu, kata
orang, asal berkata saja melihat diluarnya saja tetapi kenyataannya berbeda,
bertolak belakang dengan kehidupannya sekarang yang penuh dilema.
Dalam hal lain Yah juga sangat pandai untuk menenangkan hati Tono.
Misalnya saja suatu ketika Sukartono mendapat berita buruk. Pasiennya bernama
Mar yang baru berusia muda telah meninggal. Padalah menurut dia seminggu yang lalu
Mar telah dinyatakan sembuh. Tetapi entah mengapa badannya mulai panas kembali
dan terus meronta ronta dan akhirnya nyawanya tak tertolong. Tono benar benar
merasa kehilangan, kehilangan pengharapan, kehilangan cita cita, kehilangan
kepercayaan. Melihat keadaan tono yang sedemikian berduka, Yah merasa kasihan,
ia pun memperdengarkan lagu lagu Siti Hayati. Lagu yang dinyanyikan Siti Hayati
memang sangat bermakna sekali tiap baitnya. Dan Tono sangat menyukai semua lagu
lagu Siti Hayati, karena itulah setelah mendengar lagu Siti Hayati hatinya
sedikit terobati, mulai merelakan kepergian Mar, pasien kesayangannya.
Setelah kejadian itu, di panti asuhan Tono dibuat sebuah acara penggalangan
dana. Sukartono yang datang terlambat karena menghabiskan waktunya bersama
Rohayah telah dinanti nantikan kedatangannya oleh semua orang tidak terkecuali
Sumartini. Tini sangat senang di dalam hatinya riang gembira melihat Tono
akhirnya datang juga walaupun terlambat. Tapi kegembiraan itu hanya sesaat,
tidak berapa lama Sukartono harus pergi lagi, ia ditelfon, diminta datang
karena ada pasien yang sakit. Dan hal itu sangat membuat Tini semakin jengkel
bahkan Tono tidak pulang ke rumah.
Seminggu dua minggu telah berlalu.
Rupanya Tini senang dengan pergaulan yang berpisah itu. Tini semakin giat dalam
perkumpulan. Anak anak di rumah piatu pun senang dengan dia. Dalam perkumpulan
tersebut, Tini akan di utus ke Kongres Perempuan di Solo selama seminggu.
Sepeninggalan Tini, Tono biasa bermalam di rumah Yah. Yah girang sekali ketika
dikabarkan Tono dalam seminggu itu akan sering bermalam di rumah Yah. Tetapi
jika Sukartono terpaksa berada di rumah berlama lama, terasa sepi juga. Seolah
olah dia merasa kehilangan, didalam rumah ada yang kurang yang janggal dan
tidak seperti biasanya. Karena itu Tono girang sekali ketika Mardani
menawarinya untuk memberi Hartono tumpangan tidur di rumahnya.
Tono senang mendengar Hartono akan datang. Hartono adalah kawan Tono dan
Mardani dahulu di Malang, kawan sekelas. Mereka adalah tiga bersahabat. Tono
dan Mardani pergi ke Betawi dan masuk menjadi mahasiswa di universitas
kedokteran, sedang Hartono pergi ke Bandung untuk menjadi Insinyur. Pada masa
pergerakan PNI di seluruh pulau jawa, dan Hartono pun masuk menjadi anggota
partai itu di Bandung. Lama kelamaan PNI dibubarkan, ketika Partindo didirikan,
Hartono dengan segera menjadi anggota. Di partai itu ia dipilih menjadi
propagandist. Karena terlalu sibuk dengan partainya, Hartono mengabaikan
kuliahnya hingga keluarganya pun merasa jengkel akan tindakan Hartono. Tetapi
setelah Ir. Soekarno di tangkap, Partindo pun di batasi haknya dan akhirnya
mengalami kemunduran. Lambat laun Hartono jatuh melarat, dicobanya menulis
surat kabar tetapi hasil hasil karyanya tidak di hargai sepeserpun.
Dua bulan Hartono mengalami keterpurukan. Karena tak memiliki pekerjaan,
ia pun berkunjung menemui sahabat sahabatnya di Betawi. Hartono, Mardani, dan
Sukartono tiga berkawan itu berkumpul di rumah Sukartono, mereka berbincang
bincang menceritakan pengalamannya masing masing. Karena sudah lama tak
bertemu, Hartono dengan rasa penasaran menanyai Sukartono tentang siapa
istrinya sekarang. Sukartono memperkenalkan istrinya dengan memperlihatkan foo pernikahannya
bersama Sumartini karena memang saat itu Tini masih berada di Solo dan belum
pulang. Betapa terkejutnya ketika Hartono melihat foto mereka sebagai pasangan
suami istri. Melihat ekspresi Hartono yang terkejut tersebut, Sukartono menjadi
heran dan ketika ditanyai mengapa raut wajahnya berubah Hartono hanya diam
saja. Bahkan Hartono membatalkan diri untuk menginap di rumah Sukartono dengan
alasan ia merasa tidak enak jika harus bertemu Tini secepat itu dan berencana
untuk menginap di rumah saudaranya saja.
Beberapa hari kemudia Hartono kembali lagi kerumah Sukartono untuk berkunjung,
tetapi saat itu Tono sedang tidak berada di rumah. Tanpa disengaja ia bertemu
dengan Tini yang memang saat itu baru pulang. Terkejutlah Tini melihat Hartono
berada di ruang tengah rumahnya begitu juga Hartono. Mereka saling
berpandangan, tak terasa air mata Tini menetes. Hartono adalah kekasih
Sumartini dahulu, tetapi karena suatu alasan Hartono meninggalkan Tini dan
berganti nama menjadi Abdul Hamid, mereke tak pernah bertemu lagi. Dan setelah
itu Tini menganggap Hartono telah mati di matanya bahkan mati di hatinya. Pertemuan
itu tidak diharapkan lagi oleh Tini, baginya Hartono telah mati, tetapi di sisi
lain Hartono masih menyimpan perasaan cinta untuk Tini. Pertemuan itu pun
berakhir dan menjadi pertemuan pertama dan terakhir yang sangat berkesan bagi
Hartono maupun Tini karena dengan pertemuan itu belenggu yang mereka pendam di
hati masing masing kini telah sirna.
Begitu juga Tono, malam itu dia menjadi juri kontes keroncong perempuan. Yah
tidak mau ikut menonton padahal Tono telah mengajaknya. Sesampainya didalam
gedung, kontes sudah hendak di mulai. Baik diluar maupun didalam sudah sesak
penuh dengan penonton. Masing masing juri telah telah siap dengan blocknote-nya
masing masing. Dalam kontes tersebut akan diperdengarkan suara sepuluh perkumpulan.
Tetapi Tono menunggu nunggu perkumpulan “Kembang Mekar”, penyanyinya adalah
Siti Hayati. Siti Hayati adalah penyanyi favorit Tono. Suara Siti Hayati sama
persis dengan Yah, setiap ia mendengar lagu Situ Hayati ia seakan akan melihat
Yah di hatinya, meskipun ia tidak pernah melihat penyanyi tersebut secara
langsung. Dan saat saat yang dinanti, perkumpulan “Kembang Mekar” tiba
gilirannya. Betapa kaget Sukartono ketika mendapati Yah yang berada di panggung
hendak bernyanyi. Penonton bersorak sorak meneriakkan nama Hayati, tetapi Tono
hanya diam tertegun menatap Yah. Ia tidak menyadari bahwa selama ini, penyanyi
wanita yang ia kagumi tidak lain adalah Rohayah, wanita yang ia cintai. Lagu
dimulai, sesaat kemudian Siti Hayati bernyanyi, Tono memejamkan mata, suaranya
sama persis dengan suara di plaat gramofoon milik Siti Hayati. Keduanya saling
berpandangan, ada kebencian dalam diri Tono karena ia merasa telah ditipu. Tono
merasa bimbang saat itu, ia pun berdiri meminta ijin kepada para juri lain,
kepada komite yang memimpin kontes dengan alasan masih ada pasien, lalu pergi
tergesa gesa tanpa melihat kearah Siti Hayati. Dengan emosi yang campur aduk,
ia menuju pantai di Priok untuk menenangkan dirinya. Sudah beberapa cigarette yang
dia habiskan di pantai itu, akhirnya Tono menuju rumah Yah. Yah sudah pulang
rupanya, dan dengan sindirian yang sangat kasar Tono mulai meluapkan emosinya
pada Yah. Sudah berulang kali Yah membohongi Tono, dengan berpura pura menjadi
Nyonya Eni. Ia juga merasa bahwa Yah telah mempermainnkan cintanya.
Di lain pihak, Tini telah mengetahui hubungan gelap yang dilakukan
suaminya bersama wanita lain dari orang orang dan mulut pembantunya, Minah.
Orang kerap kali melihat Dokter Sukartono datang ke Taman Sari, banyak yang
bilang kalau Tono punya wanita simpanan di sana. Minah sendiri pun tahu dari
sopir Tono, si Abdul. Abdul pernah bercerita tentang menonton keroncong di
Pasar Gambir kepada Minah, ia juga berkata bahwa rumah wanita itu di Taman
Sari. Betapa panas hatinya
ketika mengetahui hubungan gelap suaminya dengan wanita bernama Yah. Dia ingin
melabrak wanita tersebut. Secara diam-diam Sumartini pergi ke hotel tempat Yah
menginap. Dia berniat hendak memaki Yah sebab telah mengambil dan dan menggangu
suaminya. Akan tetapi, setelah bertatap muka dengan Yah, perasaan dendamnya
menjadi luluh. Kebencian dan nafsu amarahnya tiba-tiba lenyap. Yah yang
sebelumnya dianggap sebagai wanita jalang, ternyata merupakan seorang wanita
yang lembut dan ramah. Tini merasa malu pada Yah. Dia merasa bahwa selama ini
dia bersalah pada suaminya. Dia tidak dapat berlaku seperti Yah yang sangat
didambakan oleh suaminya. Sepulang dari pertemuan dengan Yah, Tini mulai
berintropeksi terhadap dirinya. Dia merasa malu dan bersalah kepada suaminya.
Dia merasa dirinya belum pernah memberi kasih sayang yang tulus pada suaminya.
Selama ini dia selalu kasar pada suaminya. Dia merasa telah gagal menjadi
Istri. Akhirnya, dia mutuskan untuk berpisah dengan Suaminya. Permintaan
tersebut dengan berat hati dipenuhi oleh Sukartono. Bagaimanapun, dia tidak
mengharapkan terjadinya perceraian. Dokter Sukartono meminta maaf pada istrinya
dan berjanji untuk mengubah sikapnya. Namun, keputusan istrinya sudah bulat.
Sukartono tak mampu menahannya. Akhirnya mereka bercerai. Betapa sedih hati
Sukartono akibat perceraian tersebut. Hatinya bertambah sedih saat Yah juga
pergi. Yah hanya meninggalkan sepucuk surat dan gramofon yang mengabarkan jika
dia mencintai Dokter Sukartono. Dia akan meninggalkan tanah air selama-lamanya
dan pergi ke Calidonia.
Dokter Sukartono merasa sedih dalam kesendiriannya. Sumartini telah pergi ke
Surabaya. Akhirnya dia mengabdi diri pada sebuah panti asuhan yatim piatu,
sedangkan Yah pergi ke negeri Calidonia. Di tempat tersebut dia merasa
mendapatkan ketenangan batinya karena bisa membantu orang lain.
No comments:
Post a Comment