PEMBAHASAN
A.
Hakikat
Organisasi Pers
Organisasi pers adalah organisasi
wartawan dan organisasi perusahaan pers. Organisasi
pers di negeri ini sudah ada semenjak zaman penjajahan. Tercatat
Inlandsche Journalisten Bond (IJB) yang berdiri pada tahun 1914 di Surakarta
adalah organisasi pers yang paling awal berdiri. Pendiri IJB antara lain Mas
Marco Kartodikromo, Dr. Tjipto Mangunkusumo, Sosro Koornio, dan Ki Hadjar
Dewantara. Selain IJB ada juga organisasi pers lainnya yaitu Persatoean
Djoernalis Indonesia (PERDI) dengan tokoh-tokohnya antara lain Sutopo Wonoboyo,
Sudarjo Tjokrosisworo, M Tabrani, Parada Harahap, Sjamsudin Sutan Makmur, dan
lain-lain. Organisasi ini terbentuk pada tahun 1933.
Jumlah organisasi wartawan selama era reformasi tidak
semuanya menunjukkan kualitas yang baik. Malah kalangan
instansi pemerintahan swasta dan masyarakat ada yang berpandangan
sinis terhadap aktivitas jurnalistik yang dicap tidak lagi menghormati hak-hak narasumber. Penampilan pers nasional/daerah pun
banyak menuai kritik dan dituding oleh masyarakat.
Sementara disisi lain banyak contoh kasus dan kejadian
yang menimpa media massa, dan maraknya intimidasi serta kekerasan
terhadap wartawan. Oleh karena itu Dewan Pers menetapkan
standar organisasi wartawan yang berlaku secara nasional. Dari penelitian yang
dilakukan Dewan Pers, hanya 4-5 organisasi wartawan yang memenuhi syarat, di
antaranya Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), dan Aliansi Jurnalis Independen
(AJI). Dari banyaknya organisasi pers yang ada di Indonesia, 2 organisasi
pers tersebut yang dianggap cukup “sehat” dan masih aktif hingga saat ini.
Kedua organisasi pers ini dianggap sebagai wakil dari banyaknya organisasi pers
yang ada. Karena walaupun sama-sama organisasi pers, namun keduanya “bersebrangan”
dalam memegang azas-azas atau patokan dasar dalam kegiatan jurnalistiknya.
B. Fungsi Utama Pers.
1. Pers sebagai
Informasi (to inform)
Fungsi pertama dari
lima fungsi utama pers ialah menyapaikan informasi secepat-cepatnya kepada
masyarakat yang seluas-luasnya. Setiap informasi yang disampaikan harus
memenuhi kriteri dasar: actual, akurat, factual, menarik atau penting, benar,
lengkap, utuh, jelas-jernih, jujur adil, berimbang, relevan . bermanpaat dan
etis.
2. Pers sebagai
Edukasi (to educate).
Apa pun infromasi yang
disebarluaskam pers hendaklah dalam kerangka mendidik (to educate). Seperti
ditegaskan Wilbur Schramm dalam men, messages, dan media (1973), bagi
masyarakat, pers adalah weatcher, teacher dan forum (pengamat, guru dan forum).
3. Pers sebagai
koreksi ( to influence).
Kehadiran pers
dimaksudkan untuk mengawasi atau mengontrol kekuasaan legislatif, eksekutif dan
yudikatif agar kekuasaan mereka tidak menjadi korup dan absolut.
4. Pers sebagai
rekreasi (to intertain).
Fungsi keempat pers
adalah meghibur, pes harus mampu memainkan dirinya sebagai wahan rekreasi yang
menyenangkan sekaligus yang menyehatkan bagi semua lapisan masyarakat.
5. Pers sebagai
mediasi (to mediate)
Mediasi artinya penghubung atau sebgai
fasilatator atau mediator. Pers harus mampu menghubungkan tempat yang satu
dengan tempat yang lain, peristiwa yang satu dengan peristiwa yang lain, orang
yang satu dengan peristiwa yang lain, atau orang yang satu dengan orang yang
lain pada saat yang sama.
B.
Kondisi
Organisasi Pers saat ini
Dari banyaknya organisasi pers
yang ada di Indonesia, penulis mendapatkan 2 organisasi pers yang dianggap
cukup “sehat” dan masih aktif hingga saat ini. Kedua organisasi pers ini adalah
Persatuan Wartawan Indonesia
dan Aliansi Jurnalis Independent. Kedua organisasi pers ini dianggap sebagai
wakil dari banyaknya organisasi pers yang ada. Karena walaupun sama-sama
organisasi pers, namun keduanya “bersebrangan” dalam memegang azas-azas atau
patokan dasar dalam kegiatan jurnalistiknya.
1.
Persatuan
Wartawan Indonesia (PWI)
PWI didirikan pada 9 Februari
1946 di Solo. Munculnya PWI diwarnai aspirasi perjuangan para pejuang
kemerdekaan, baik mereka yang ada di era 1908, 1928 maupun klimaksnya 1945.
Selain itu, tanggal 9 Februari juga di peringati sebagai Hari Pers Nasional (HPN).
Boleh dikatakan, PWI sangat dekat dengat dengan rezim Orde Baru. Karena
kegiatan jurnalistik yang berlandaskan Pancasila ini dianggap sebagai “senjata
andalan” Presiden Soeharto dalam mempertahankan kekuasaannya selama 32 tahun.
Dulu PWI bersama Departemen
Penerangan (Deppen) memonopoli kegiatan pers di Indonesia . Saat itu PWI di sahkan
sebagai satu-satunya wadah pers di Indonesia . Bagi sebagian orang, PWI
yang berlandaskan “pers Pancasila” dan “pers pembangunan” dianggap sebagai
mitra pemerintah. Karena itu bukan hal yang aneh tidak ada komentar-komentar
miring terhadap pemerintah saat itu. Karena Deppen dan PWI bersifat hegemonik
dan berfungsi sebagai big brother bagi pers di Indonesia .
Lalu saat ini ketika rezim Orde
baru runtuh, PWI seperti kehilangan taringnya. PWI tidak lagi menjadi
satu-satunya wadah pers di Indonesia. Di era reformasi, begitu banyak
bermunculan organisasi pers yang memilih landasan yang berbeda dengan PWI. Jika
saat itu berdirinya PWI di restui oleh pemerintah, saat ini organisasi pers
yang baru tidak memerlukan hal tersebut. Karena berdasarkan pasal 28 UUD 1945
yang menyangkut hak untuk berkumpul atau berserikat serta kebebasan
mengeluarkan pendapat, para wartawan bebas medirikan organisasi pers. Salah
satunya adalah Aliansi Jurnalis Independent.
2.
Aliansi
Jurnalis Independent (AJI)
Aliansi Jurnalis Independen
(AJI) lahir sebagai perlawanan komunitas pers Indonesia terhadap
kesewenang-wenangan rezim Orde Baru. Semuanya dimulai ketika ada pembredelan
Detik, Editor dan Tempo, pada tanggal 21 Juni 1994. Ketiganya dibredel karena
pemberitaannya yang tergolong kritis kepada penguasa. Tindakan represif inilah
yang memicu aksi solidaritas sekaligus perlawanan dari banyak kalangan secara
merata di sejumlah kota .
Lalu pada tanggal 7 Agustus 1994 di Bogor ,
sekitar 100 orang menandatangani Deklarasi Sirnagalih. Inti deklarasi ini
adalah menuntut dipenuhinya hak publik atas informasi, menentang pengekangan
pers, menolak wadah tunggal untuk jurnalis, serta mengumumkan berdirinya AJI.
Berdirinya AJI memberi gaung
cukup besar di dunia jurnalistik Indonesia . Tekanan terhadap para
jurnalis yang terang-terangan bergabung dalam AJI sangat besar. Pemerintah
melalui Deppan dan PWI melihat berdirinya AJI sebagai tantangan terbuka, yang
harus ditindak keras agar tidak meluas. Berbagai tindakan “pendisiplinan”
melalui pemimpin di media masing-masing pun dilakukan.
Sejak berdiri hingga saat ini,
AJI memiliki kepedulian pada tiga isu utama. Inilah yang kemudian diwujudkan
menjadi program kerja selama ini. Pertama, perjuangan untuk mempertahankan
kebebasan pers. Kedua, meningkatkan profesionalisme jurnalis. Ketiga,
meningkatkan kesejahteraan jurnalis. Semua ini merujuk pada persoalan nyata
yang dihadapi jurnalis.
BAB III
PENUTUP
Saat ini
organisasi pers di Indonesia telah menyimpang, peranan pers sudah jauh
bergeser. Secara normatif, UU No.40/1999 tentang Pers, menyebutkan bahwa fungsi
pers adalah sebagai media informasi, pendidikan, hiburan dan kontrol sosial
serta dapat pula berfungsi sebagai lembaga ekonomi. Sementara peranannya antara
lain adalah memenuhi hak masyarakat untuk mengetahui, menegakkan nilai-nilai
dasar demokrasi, mendorong supremasi hukum dan HAM, menghormati kebhinekaan,
melakukan pengawasan, kritik, koreksi dan saran-saran yang berkaitan dengan
kepentingan umum, serta memperjuangkan keadilan dan kebenaran.
Kenyataan
yang ada dilapangan, terutama setelah reformasi pada tahun 1998, perubahan
fungsi dan peranan pers mulai jelas terlihat. Pers perjuangan berubah menjadi
pers industri, yang lebih mengutamakan keuntungan finansial dan menomor-duakan
kepentingan ideal. Ini terjadi karena begitu besarnya kebebasan yang dinikmati
pers.
DAFTAR PUSTAKA
http://id.shvoong.com/law-and-politics/law/2166765-peraturan-perundangan-tentang-pers-di/#ixzz1OSQIke2Z
17.00/03/30/2011
No comments:
Post a Comment