Pages

Home » , , » ANALISIS "MANTRA KIDUNG MARMARTI"

ANALISIS "MANTRA KIDUNG MARMARTI"

ANALISIS "MANTRA KIDUNG MARMARTI"

(Berdasarkan Teori Albert B.Lord)

A.      Pengertian
            Teori ini meneliti bagaimana seorang penyair lisan mempelajari sastra lisan dari nol hingga mampu performance (penampilan). Teori ini hanya bisa digunakan dalam analisis lagu, puisi lisan. Contohnya mantra, tembang, dan sebagainya.
Cara / teknik yang dilakukan
untuk mempelajari sastra lisan berdasarkan teori Albert B.lord yaitu :

 1.        PENAMPILAN (PERFORMANCE I)
Penampilan atau performance I ini adalah penampilan dari penyair I atau bisa disebut sebagai guru yang juga merupakan sumber yang dibutuhkan seorang penyair (murid) belajar sastra lisan. Contohnya seseorang yang ingin belajar memanggil roh kakang kawah adhi ari-ari dengan menggunakan “mantra Kidung Marmarti”, maka orang tersebut harus belajar pada orang yang lebih paham mengenai mantra tersebut, misalnya Dukun, atau orang yang pernah mencoba menggunakan mantra Kidung Marmati.

2.        TRANSMISI
Proses kedua yaitu transmisi. Transmisi adalah proses mempelajari sastra lisan /  penampilan pertama. Dengan cara mengamati dan mendengarkan apa yang ditampilkan oleh penyair 1.
Contohnya mantra Kidung Marmati. Guru (performance I) membaca mantra Kidung Marmati, murid mengamati dan mendengarkan apa saja yang diucapkan oleh guru. Mulai dari gerakan hingga tinggi rendahnya suara yang dikeluarkan oleh performance pertama. Misalnya ketika sebelum membaca mantra Kidung Marmati, guru membakar dupa “hio” terlebih dahulu, asap yang dikeluarkan dikibas-kibaskan disekitar tempat ritual, disusul kemudian membaca mantra tersebut. Murid harus benar-benar focus pada mantra yang dibacakan oleh guru, karena pada proses inilah, murid akan belajar banyak apa saja yang harus dilakukan pada ritual semacam ini.

3.        KOMPOSISI
Proses setelah transmisi adalah komposisi. Komposisi adalah proses menampung hal-hal apa saja yang didengarkan, diolah, kemudian diutaraka dengan bahasa sendiri. Atau dengan kata lain, mengubah atau mengkreasinya tetapi tetap dalam batas yang sama tanpa mengubah tujuan pokok dari sastra lisan tersebut. Jadi sastra lisan tersebut nantinya tidak sama persis dengan yang diutarakan oleh penyair / guru / penampil pertama.
Contohnya, setelah mendengar dan mengamati mantra apa saja yang diucapkan oleh guru (performance I) mulai dari gerakan hingga pembacaan mantra, murid menampung dan mengolah hal-hal penting kemudian mengutarakannya dengan menggunakan bahasanya sendiri, tetapi ketika mengutarakan sastra tersebut murid tidak mengubah tujuan pokok atau hal-hal penting dari sastra lisan (mantra) Kidung Marmati. Contohnya saja, tujuan dari mantra tersebut adalah untuk memanggil roh kakang kawah adhi ari-ari, maka tujuan tersebut juga harus sama saat murid mengolahnya dengan menggunakan bahasanya sendiri, tanpa mengubah hal-hal pokok yang ada didalam sastra tersebut.

4.        FORMULA
Formula adalah proses setelah komposisi. Formula digunakan untuk menemukan frasa atau kata yang diulang-ulang dalam sastra lisan. Fungsi formula adalah untuk mengingat kata-kata atau tema yang ada dalam sastra lisan.

Contohnya dalam mantra dibawah ini:
KIDUNG MARMARTI
36.  Ana kidung ing kadang Marmarti, among tuwuh ing kawasanira, nganakaken saciptane, kakang kawah punika, kang kumeksa sarisa-mami, anekakaken sedya, ing kawasanipun, adhi ari-ari ika, amayungi laku ing kawasaneki, ngenakaken pangarah.
37.  Punah Getih ing rahina wengi, ngrerewangi ulah kang kawasa, andadekaken karsane, Puser kawasanipun nguyu-uyu, sabawa-mami, anuruti panedha, kawasanereku, sangkep kadang ingsun papat, kalimane pancer wus dadi sawiji, tunggal sawujud ingwang.
38.  Mangkya kadang-ingsun kang umijil, saking marga hina pareng samya, sadina amor enggone, kalawankadang ingsun, ingkang ora umijil saking, marga hina punika kumpule lan ingsun, dadi Makdum-sarpin sira, wewayanganing Zat reke dadya kanthi, saparan datan pisah.
39.  Yen angidung sarwi den pepetri, amemuleya golong lelima, takir ponthang wewadhahe, iwak-iwakanipun, ulam tasik rawa myang kali, lawan ulam bengawan, mawa gantalipun, rong supit winung-kusana, dadya limang wungkus artanya nyaduwit, sawungkuse punika.
40.  Tumpangena ponthang anyawiji, dadya limang wungkus ponthang lima, sinung sekar cepakane toro saponthang ipun, kembang boreh dupa ywa kari, memetri ujubira, dongane Majemu, poma dipun lakonana, saben nuju dina kalahiraneki, agung sawabe uga.
41.  Balik lamun ora den lakoni, kadangireku samya rencana, temah ura saciptane, sasedyanira wurung, lawan luput pangarahneki, sakarsanira wigar, anggagar tanpantuk, barang ing sakayunira, marma kaki eling-elingen sayekti, supaya waluyaa.
Terlihat pada Mantra Kidung Marmarti dapat diketahui formulanya, kata-kata yang diulang-ulang yaitu:
a)      Kawasa
b)      Lima, dan
c)      Ponthang
5.        REFLEKSI TEMA
Tema ini adalah proses mengaitkannya dengan budaya masyarakat sekitarnya. Misalnya saja mantra memanggil kembaran kita yang tak kasat mata atau jika dalam budaya kejawen disebut “kakang kawah adhi ari-ari” memiliki makna saudara laki-laki yang berasal dari air ketuban (kakang kawah), adhi ari-ari (pusaran ari-ari) yang ketika kita lahir mereka juga ikut lahir bersama kita. Dalam tradisi kejawen, hal ini sangat sakral sekali. Karena menurut masyarakat kejawen, tanpa adanya kawah atau air ketuban yang berfungsi untuk mengatur suhu didalam perut dimana si jabang bayi yang masih berada didalam kandungan dan ari-ari yang juga berfungsi sebagai tempat untuk menyerap nutrisi / makanan si bayi maka calon bayi tidak akan lahir. Oleh karena itulah, masyarakat menamakan air ketuban sebagai kakang (karena keluar lebih awal), adhi ari-ari (yang keluar terakhir setelah si jabang bayi) sebagai saudara dari bayi.
Contohnya dari formula mantra Kidung Marmati dapat diketahi salah satu temanya adalah berikut:
Kawasa : makna kawasa dalam tradisi Jawa berarti semua yang ada di bumi ini adalah kehendah dan kuasa dari Tuhan yang Maha Esa, termasuk saudara kembar dari manusia

6.        NADA & LAGU
Nada dan lagu ini berhubungan dengan notasi-notasi balok yang disuarakan oleh penyair. Mulai dari tinggi rendahnya suara hingga lemah lembutnya vokal yang dikeluarkan.

7.        PENAMPILAN (PERFORMANCE II)
Penampilan kedua / performance II adalah penampilan dari murid yang telah belajar sastra lisan yang telah diturunkan melalui proses transmisi, mengkomposis, memformula, menentukan tema, nada dan lagu dari penyair pertama / performance I hingga murid dapat tampil. Begitu juga saat performance II menurunkan sastra lisan pada performance III dan seterusnya dengan cara yang sama seperti saat penyair kedua (performance II) mempelajari dari guru (performance I).

Video Mantra Kidung Marmati dapat dilihat  DISINI
Share this article :

1 comment:

Post a Comment

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. Blog DaSaBHuMi - All Rights Reserved
Template Modify by Creating Website
Proudly powered by Blogger